Kamboja masuk menjadi salah satu negara yang ada di Asia Tenggara dan terkenal dengan pagodanya yaitu Pagoda Angkor Wat. Wilayahnya berbatasan dengan Laos, Vietnam dan juga Thailand.
Khmer ialah sebutan untuk rakyat Kamboja. Hal ini karena adanya etnis Khmer yang menjadi mayoritas rakyatnya yang memeluk agama Buddha Theravada. Sedangkan untuk kaum minoritasnya sendiri, ada juga yang memeluk agama Islam yang berasal dari keturunan muslim Cham.
Saat ini, negara Kamboja atau dikenal juga dengan sebutan Kampuchea memang telah aman, dimana rakyatnya sudah dapat menjalani kehidupan yang tidak lagi mencekam. Ya, asal kamu tahu saja jika negara ini pernah memiliki sejarah yang sangat kelam pada masanya.
Bahkan, di saat negara ASEAN lain telah bisa membangun berbagai hal di negaranya, justru negara yang menjadi anggota ke-10 ASEAN tersebut masih harus berkutat dengan keadaan negeri yang mencekam. Warganya harus hidup di bawah rasa takut, bersembunyi dan mencoba bertahan hidup dengan cara yang sulit.
Apa kamu ingin tahu lebih jelas tentang sejarah kelam dari Kamboja ini? Jika iya, inilah sejarah Khmer Merah di negara Kamboja
Sempat menjadi negara berdaulat pada 9 November 1953, Kamboja sudah tidak menjadi negara jajahan Perancis. Kamboja melakukan pemilu dan terpilihlah Raja Norodom Sihanouk sebagai pemimpin mereka.
Negara yang berbentuk kerajaan ini pun mulai mencoba bangkit dan menjadi sebuah negara yang berkembang. Tapi, di tahun 1975 ketika Raja Sihanouk sedang berkunjung ke Moskow untuk urusan kenegaraan, sebuah kelompok radikal bernama Khmer Merah (Khmer Rouge) melakukan kudeta di kota Phnom Penh.
Dipimpin oleh Pol Pot, kelompok radikal tersebut memproklamirkan jika Kamboja telah menjadi negara baru, dan tahun 1975 menjadi 'Year Zero' untuk negara tersebut.
Khmer Merah ini lalu menyatakan jika pada 17 April 1975 adalah Hari Pembebasan Kamboja dari rezim yang korup. Akan tetapi, bukan kebebasan yang didapat oleh rakyatnya.
Sebaliknya, inilah awal dari sejarah Kamboja yang kelam setelah Pol Pot, ketua kelompok radikal komunis muncul membawa bendera baru untuk Kamboja.
Rangkaian Peristiwa Penting Rezim Khmer Merah Kamboja
Khmer Merah yang dikenal sebagai kelompok kumnis ini memang telah melakukan perang gerilya terhadap Marsekal Lon Nol dan rezim Sihanouk mulai tahun 1960an sampai 1970an yang mana tahun 1975 menjadi tahun Khmer Merah yang bisa gulingkan rezim dan menduduki kota Phnom Penh.
Dengan begitu, secara otomatis Kamboja dipimpin oleh kelompok radikal ini dan Pol Pot (Saloth Sar) adalah ketuanya.
Di sejarah kelam dari Khmer Merah Kamboja, dalam beberapa hari kepemimpinan Khmer Merah, rezim yang baru ini sudah menghukum mati banyak rakyat Kamboja yang mendukung rezim Lon Nol.
Banyak warga yang harus mengungsi ke tempat lain khususnya yang tinggal di kota Phnom Penh yang menjadi sebuah kota mati. Tidak ada aktivitas ekonomi yang berjalan di ibukota dan juga sekuruh wilayah Kamboja saat itu. Tidak ada uang yang beredar, kelaparan, dan wabah penyakit menyebar dimana-mana.
Empat puluh empat bulan selanjutnya, warga Kamboja hidup dibawah teror Khmer Merah yang mengerikan. Para pengungsi yang berhasil lari ke Thailand bercerita jika anak-anak yang bukan keturunan petani dibunuh seperti anak pedagang dan kaum cendikiawan.
Selain itu, banyak orang keturunan Cina dan Vietnam pun dibunuh. Cara pembunuhannya pun sangat sadis. Korban akan dibunuh dengan cara dipukul sampai mati. Kelompok ini beralasan jika orang-orang tersebut dibunuh dengan cara ditembak, amunisi mereka akan cepat habis.
Foto Pol Pot (Saloth Sar), Pimpinan Partai Komunis Khmer Rouge
Kekejaman dari kelompok radikal Khmer Merah ini telah sampai ke telinga dunia dan hal tersebut jelas membuat dunia menjadi geger. Dengan konsep baru, Kamboja diubahnya menjadi sebuah negara agraria. Semua hal termasuk mata uang, pos, dan juga hubungan dengan negara luar pun diputus.
Tidak ada hukum Kamboja lagi karena hukum baru mengerikan telah berlaku. Dan dalam kurun waktu yang cukup singkat, kelompok radikal ini telah membantai jutaan orang Kamboja.
Setidaknya ada 343 ladang pembantaian massal yang digunakan untuk menyiksa sekaligus membunuh banyak orang, diperkirakan lebih dari 2 juta rakyat Kamboja harus menjadi tumbal.
Tempat ladang pembantaian tersebut menyebar di semua wilayah Kamboja dengan Choeung Ek sebagai ladang pembantaian yang paling terkenal.
Hal ini karena di tempat tersebut, banyak orang yang dibunuh secara sadis dan kebanyakan dari mereka ialah para intelektual Kamboja seperti mantan menteri informasi yaitu Hou Nim, Phorng Ton sebagai profesor ilmu hukum dan juga warga negara barat seperti David Lioy Scott.
Para intelektual yang dibunuh tersebut sebelumnya akan diinterogasi terlebih dahulu oleh para anggota Khmer Merah. Tempat interogasi yang terkenal adalah yang berada di selatan Phnom Penh. Inulah Tuol Sleng, yang awalnya adalah sekolah SMA Ponhea Yat.
Disanalah para intelektual diinterogasi dengan sadis. Mereka para tahanan harus menyebutkan 15 orang yang termasuk dalam kaum intelektual seperti mereka. Jika mereka menolak, tentu saja hal yang sangat menyakitkan akan mereka alami.
Contohnya saja adalah kuku mereka akan dicabut dan dimasukkan ke dalam cairan alkohol. Atau, ada juga yang ditenggelamkan ke dalam air dan juga disetrum. Untuk kaum perempuan lebih tragis, selain disiksa saat diinterogasi, mereka juga akan diperkosa secara bergilir oleh para ekstrimis Khmer Merah.
Para tahanan intelektual tersebut lalu dieksekusi setelah 2 sampai 4 bulan. Tempat eksekusinya ialah di Choeung Ek yang terkenal di masa itu. Dan ada pula yang ditahan selama 6-7 bulan karena masih dianggap penting informasinya.
Kemudian, pada 25 Desember tahun 1978, Vietnam lalu menginvansi Kamboja. Hal ini dikarenakan oleh banyaknya pelanggaran yang terjadi di perbatasan Vietnam dan Kamboja. Intervensi ini kemudian menggulingkan dominasi Pol Pot dan Khmer Merah pimpinannya di Kamboja.
Selanjutnya, tampuk kepemimpinan negara tersebut berada di bawah Heng Samrin. Dia adalah mantan anggota kelompok radikal tersebut yang telah membelot ke Vietnam.
Sedangkan Pol Pot dan pengikutnya lari ke hutan untuk menyelamatkan diri dari penangkapan, dan selama itu mereka tetap bersembunyi didalam hutan sambil menghimpun kekuatan baru.
Kemudian dia kembali menjalankan perang gerilyanya lagi seperti sebelum menggulingkan rezim. Tapi takdir berkata lain, Pol Pot diketahui meninggal di hutan karena serangan jantung pada tanggal 15 April 1998.
Pada masa menuju perdamaian, di tahun 1982, 3 fraksi berbeda yang ada di Kamboja membuat sebuah koalisi. Koalisi ini bertujuan untuk memukul mundur tentara Vietnam yang ada di Kamboja dan telah memimpin Kamboja.
Akhirnya, di tahun 1989, para tentara Vietnam pergi dari Kamboja. Tiga tahun kemudian, tepatnya di tahun 1992, PBB untuk sementara waktu mengambil alih kepemimpinan Kamboja yang kemudian menggelar sebuah pemilu untuk memilih pemimpin baru Kamboja.
Hasil Pemilu ini dimenangkan oleh FUNCINPEC. Lalu, FUNCINPEC sendiri akhirnya berkoalisi dengan CPP, partai yang dipimpin oleh Hun Sen.
Sampai saat ini, Kamboja telah menjadi negara yang berkembang, hal tersebut tentu saja secara tidak langsung atas bantuan negara-negara asing. Bahkan, Kamboja pun telah menggelar persidangan mantan pemimpin kelompok radikal Khmer Merah dengan dakwaan berat kejahatan kemanusiaan.
Ya, sejarah kediktatoran Khmer Merah di Kamboja memang telah berakhir, tapi bukan berarti bahwa 'bahaya laten' dari generasi penerus Khmer Merah yang tersisa, sudah tidak mungkin lagi menghantui rakyat Kamboja.
0 komentar:
Posting Komentar